Toko Bagus  adalah toko online yang  profesional jasa penjualan  alat-alat  multimedia yang meliputi: jasa  penjualan laptop, Hp dengan berbagai jenis merek ternama dengan kualitas yang terjamin dan harga terjangkau. Kami juga dapat menyajikan berbagai macam aksesories dan perangkat penunjang lainya. Kami mempunyai sumber daya manusia yang handal. karena itu, kami dapat memenuhi setiap kebutuhan akan alat-alat  multimedia Anda dengan profesional serta High Quality.


Toko Bagus menyediakan jasa pengiriman barang untuk perorangan, perusahaan maupun instansi pemerintah. Cek this:
Tokobagus.com

New Office Adress:
Twin Plaza Tower Lt. 4, Suite: 435
Jl. Letjen S Parman Kav 93 - 94
Jakarta Barat 11420
Indonesia

Tokn Bagus  menyediakan juga perangkat penunjang seperti : pelindung  keyboard, pembersih layar computer , printer serta motherboard serta perangkat penunjang software seperti :software security komputer, software-software yang original. dan kami menyediakan garansi yang telah terjamin keasliannya yang di sesuaikan dengan merek produk yang telah di beli.
Toko online Bagus mengucapkan terima kasih kepada Anda yang telah mempercayakan kami untuk menjadi klien Anda dalam memenuhi setiap kebutuhan akan alat-alat multimedia Anda. Kami berkomitmen untuk selalu mengedepankan dan memprioritaskan Anda, serta memberikan pelayanan, servis, dan kualitas produk multimedia terbaik & profesional. Kami berharap, took online Bagus dapat terus melayani Anda dan dapat menjalin kerjasama sepanjang waktu....                       

Thanks For My Client!!

SEUNTAI KEMBANG MAWAR BIRU


disini kita meluapkan kata, rasa, jiwa dalam segores pena maya….
kenapa kucari bunga mawar biru…
karna disana ada ketulusan keikhlasan kesetiaan
sesuatu yang tlah langka dalam kehidupan…
bunga mawar biru..
aku tidak tahu kenapa aku suka dengan bunga ini..
padahal diriku terlahir sebagai laki-laki…
bagiku mawar biru memiliki arti yang dalam seindah bentuknya..
orang Jawa bilang bahwa bunga mawar biru adalah lambang kesetiaan, ketulusan, keikhlasan hati untuk mencintai menyayangi siapa aja yang dikasihi…
bunga mawar biru bagiku adalah lambang sebuah arti ketulusan…
seorang wanita ibarat bunga,,,
dia akan indah dan cantik manakala bisa memberikan ketulusan hati dan kesejukan bagi orang yang dikasihinya atau bagi suaminya…
dialah mar’ah sholihah..
dialah wanita sholihah yang bisa menyejukkan hati suami dikala dipandang dan ditatap…
ikhlas ridho kepada suaminya….
ketulusan hati kesetiaan amatlah mudah terucap..
sangatlah sulit terangkai dalam realitas…
ketulusan hati tidak bisa diukur…
hanya Allah yang tahu kedalamannya..
Dia yang akan menajamkan hati tuk bisa melihatnya…
bunga mawar biru…
konon hanya ada di puncak gunung..
itulah bunga mawar biru…
teramat indah…
tapi takkan semua orang bisa memetiknya…

Hijab dalam Syariat Islam

Oleh: Rabiah Adhawiah Beik

Atas dasar ini, mungkin ungkapan yang sesuai dengan konteks kekinian adalah pernyataan bahwa hijab adalah sebuah bentuk kasih sayang. Allah swt menciptakan manusia dengan bentuk  terbaik dan kaum hawa merupakan cerminan terbaik dari hal tersebut. Namun, sebagaimana kita saksikan di dunia nyata kecantikan dan keelokan setiap wanita berbeda satu sama lain. Dari sini, apakah perempuan yang dikenal sebagai makhluk yang penuh perasaan tidak akan tersentuh hatinya saat dikatakan kepadanya: Tidakkah engkau merasa kasihan  pada sesama jenismu yang tidak memiliki keelokan seperti dirimu? Tidakkah engkau merasa iba terhadap mereka yang kehilangan cinta dan kasih sayang suaminya karena penampakan tubuhmu?

Pendahuluan

Buah nangka yang sudah dibelah, selain akan kehilangan cita rasa, aroma dan keistimewaan yang dimiliki, juga tidak akan selamat dari serbuan lalat dan serangga lainnya. Begitu juga dengan perempuan, ketika dia selalu memamerkan kecantikan dan keindahan tubuhnya, laki-laki hidung belang dan makhluk jenis ini akan segera datang untuk menikmatinya. Dan Islam sebagai agama yang sempurna datang menawarkan solusinya.
Hijab adalah sebuah proteksi yang dapat menjaga seorang wanita dari pelecehan.. Hanya saja ungkapan semacam ini cakupannya sempit dan hanya akan dimengerti dan diamalkan oleh mereka yang meyakini Islam. Sedang bagi yang tidak meyakininya, terlebih mereka yang senantiasa mengusung panji feminisme dan atribut-atribut semisalnya akan sangat sulit menerima ungkapan di atas. Karena secara emosional penjagaan memberikan konotasi defensif, sebuah perlawanan yang terpaksa dilakukan. Ini jelas sulit diterima oleh kelompok-kelompok tadi yang selalu meneriakkan yel-yel kebebasan (menurut asumsi mereka).
Atas dasar ini, mungkin ungkapan yang sesuai dengan konteks kekinian adalah pernyataan bahwa hijab adalah sebuah bentuk kasih sayang. Allah swt menciptakan manusia dengan bentuk  terbaik dan kaum hawa merupakan cerminan terbaik dari hal tersebut. Namun, sebagaimana kita saksikan di dunia nyata kecantikan dan keelokan setiap wanita berbeda satu sama lain. Dari sini, apakah perempuan yang dikenal sebagai makhluk yang penuh perasaan tidak akan tersentuh hatinya saat dikatakan kepadanya: Tidakkah engkau merasa kasihan  pada sesama jenismu yang tidak memiliki keelokan seperti dirimu? Tidakkah engkau merasa iba terhadap mereka yang kehilangan cinta dan kasih sayang suaminya karena penampakan tubuhmu?
Agama Islam selain agama yang penuh kasih, juga merupakan agama yang paling komplit; tidak ada sebuah perbuatan kecuali memiliki hukum tersendiri. Begitu pula masalah hijab. Perlu diperhatikan, hijab (menutup aurat) sudah ada pada agama-agama sebelum Islam, jadi hijab bukan inovasi agama terakhir ini. Bahkan, lebih jauh lagi manusia pertama, Adam a.s. yang pada saat itu belum memiliki syariat telah memahami bahwa penampakan aurat adalah hal yang sangat buruk dan aurat tak seharusnya ditampakkan, sebagaimana al-Qur’an menyebutnya dengan sau’at.   Dalam kesempatan ini kita akan  mencoba membahas pensyariatan hijab dalam Islam beserta batasan-batasannya.

Pensyariatan Hijab

Pensyariatan hijab di dalam Islam, dapat ditetapkan dengan empat dalil; dalil al-Quran, hadis, sirah (sejarah) dan akal. Masing-masing dari empat dalil tersebut cukup bagi kita untuk menetapkan pensyariatan hijab bagi kaum wanita.

1. Menurut al-Quran

Ayat terpenting yang menetapkan kewajiban berhijab pada kaum wanita yang akan kita bahas adalah ayat ke-31 surat an-Nur dan ayat ke-59 surat al-Ahzab. Allah swt dalam surat an-Nur ayat ke 31 berfirman:
وَ قُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها وَ لْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلى‏ جُيُوبِهِنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبائِهِنَّ أَوْ آباءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنائِهِنَّ أَوْ أَبْناءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ أَخَواتِهِنَّ أَوْ نِسائِهِنَّ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُنَّ أَوِ التَّابِعينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى‏ عَوْراتِ النِّساءِ وَ لا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفينَ مِنْ زينَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَميعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
(Wahai Rasulullah) Dan katakanlah kepada kaum wanita yang beriman  agar mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali sesuatu yang (biasa) tampak darinya. Hendaknya mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka (sehingga dada mereka tertutupi), janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali untuk suami-suami mereka, atau ayah dari suami-suami mereka atau putra-putra mereka, atau anak laki-laki dari suami-suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara-saudara laki-laki mereka, atau anak laki-laki dari saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka atau budak-budak mereka atau laki-laki (pembantu di rumah) yang tidak memiliki syahwat atau anak kecil yang tidak paham terhadap aurat wanita. Dan janganlah kalian mengeraskan langkah kaki kalian sehingga diketahui perhiasan yang tertutupi (gelang kaki). Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian semua kepada Allah swt supaya kalian termasuk orang-orang yang beruntung.
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebuah kisah yang dinukil dari Imam Muhammad Baqir a.s. Beliau bersabda: “Pada satu hari, di kota Madinah ada seorang wanita cantik yang sedang berjalan dengan mengikatkan kerudungnya ke telinganya (yang menjadi kebiasaan wanita pada saat itu) sehingga tampak leher dan dadanya. Seorang laki-laki dari golongan Anshar berpapasan dengannya, karena kecantikan wanita tersebut dia terpesona dan tidak peduli akan keadaan sekelilingnya, dia telah mabuk akan kemolekan wanita tersebut.  Sang wanita memasuki gang sempit, sedang pandangan laki-laki tersebut terus membuntutinya sampai tak terasa dia terbentur sebuah benda keras dan tajam sejenis tulang atau kayu yang menjorok dari tembok sehingga kepala dan dadanya mengucurkan darah segar yang melumuri pakaiannya.Dalam keadaan seperti itu dia datang menghadap Rasulullah saw dan menuturkan semua yang terjadi. Pada saat itulah, malaikat Jibril a.s. datang membawa ayat ini.
Dalam ayat di atas kita mendapatkan kataابصار  yang merupakan bentuk  jamak dari kata بصر. Untuk  memahami ayat tersebut secara mendalam, lazim bagi kita mengetahui perbedaan antara بصر dan عين. Walaupun keduanya sama-sama dipakai untuk nama dari anggota tubuh manusia yaitu mata, akan tetapi keduanya memiliki makna yang berbeda. عين hanya bermakna mata bukan penggunaannya, sedang بصر memiliki makna mata dengan penggunaannya yang dalam bahasa Indonesia kita sebut dengan pandangan. Kita perlu membahas perbedaan kedua kalimat di atas untuk mengetahui bahwa maksud dari ayat di atas adalah menutup pandangan bukan menutup mata  (ان يغضضن من ابصارهن). Begitu juga dengan kata يغضضن  yang bersumber dari غضي, kita harus mengetahui perbedaan dengan kata غمض; arti dari kata terakhir adalah menutup mata sedang غض   adalah menundukkan pandangan.
      Dari ayat di atas kita dapat menyimpulkan beberapa poin penting, di antaranya:
-  Hendaknya kaum wanita menutup pandangan mereka dari pandangan yang penuh syahwat kepada laki-laki non muhrim.
-  Wajib bagi kaum wanita menutupi auratnya dari laki-laki non muhrim.
-  Wajib bagi kaum wanita menutupi badan dan perhiasan mereka.
-  Diperbolehkan bagi kaum wanita untuk menampakkan badan dan perhiasan mereka di hadapan para muhrimnya.
Setelah Allah swt memerintahkan kewajiban menutup pandangan kaum wanita dari laki-laki non muhrim dan menutup aurat mereka dari pandangan orang lain, Allah swt memerintahkan untuk menutupi perhiasan wanita. Mungkin masalah menutup perhiasan merupakan masalah yang penting sehingga disebutkan dua kali dalam satu ayat. Makna perhiasan juga sangat jelas bagi kita yaitu setiap sesuatu yang menambah keindahan wanita dan dipahami oleh masyarakat umum, seperti gelang, kalung, anting dan lainnya. Perhiasan ini ada yang dapat dipisahkan dari badan wanita dan ada yang tidak dapat dipisahkan dari badan seperti  dandanan pada wajah seorang wanita atau perhiasan alami/natural  seperti rambut wanita atau yang lain.
Contoh larangan Allah swt terhadap penampakan perhiasan di awal-awal Islam adalah larangan-Nya terhadap para wanita untuk memperlihatkan kakinya ketika berjalan sehingga perhiasan yang tersembunyi (gelang kaki) terdengar oleh non muhrim. Di dalam surat an-Nur juga tertera larangan Allah bagi kaum wanita untuk tidak menampakkan perhiasan dengan pengecualian yaitu “kecuali yang sudah tampak الا ما ظهر منها  “. Dari kalimat ini, kita dapat memahami bahwa perhiasan wanita ada dua macam, perhiasan yang tampak dan yang tidak tampak (juga jika wanita secara sengaja menampakkannya).
Para ahli tafsir berbeda pendapat satu sama lain dalam menjelaskan kalimat ini الا ما ظهر منها) (, dan memaknainya dengan makna yang beragam. Thabari dalam tafsirnya menyebut hampir dua puluh macam pendapat dari ungkapan الا ما ظهر منها . Di antaranya adalah:


  • Baju luar wanita.





  • Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus merujuk kepada Marja’ kita masing-masing untuk menentukan apa saja yang diperbolehkan terlihat.
    Akan tetapi, dari ayat di atas dan juga menurut kesepakatan para ahli fiqih Islam, dapat disimpulkan bahwa haram memakai segala sesuatu yang menurut uruf (tradisi) sebagai perhiasan di hadapan non muhrim seperti gelang, kalung, anting, kaca mata, jam tangan (yang menurut tradisi dianggap sebagai perhiasan), dandanan wajah dan tangan, kuku panjang atau kuku yang diwarnai, gelang kaki, cincin, baju dan sepatu yang dari segi warna, model, dan semacamnya dihitung sebagai perhiasan.
    Ayat lain yang berisi larangan menunjukkan perhiasan adalah ayat ke 33 surat al-Ahzab. Dalam surat ini Allah swt berfirman:  “...Dan diamlah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian tunjukkan perhiasan kalian sebagaimana  yang dilakukan di zaman jahiliyah.” Walaupun pada dasarnya ayat ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah saw, akan tetapi perintahnya juga mencakup semua wanita muslim. Oleh karena itu, di akhir ayat ke-31 dari surat an-Nur dapat dipahami bahwa wanita yang menunjukkan  perhiasannya termasuk orang-orang yang berdosa, sehingga Allah swt memerintahkannya untuk bertaubat: “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah swt sehingga kamu termasuk orang-orang yang menang.”
    Interpretasi  dari penggalan ayat وليضربن بخمرهن علي جيوبهن adalah bahwa al-Qur’an juga menjelaskan kepada kita tentang batasan hijab yang diinginkan oleh Islam. Karena pada zaman dahulu, wanita-wanita jahiliah memakai pakaian yang tidak menutupi leher dan dada. Oleh karenanya Allah berfirman: “Dan tutuplah leher kalian dengan kerudung kalian”. Ibnu Abbas, dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan: ”Wanita hendaknya menutupi rambut, leher dan bawah dagu mereka."
           Maksud dari او نسائهن dari ayat di atas memiliki tiga kemungkinan:
    -  Mereka adalah wanita muslim, maka maksudnya wanita non muslim tidak termasuk muhrim dan wanita muslim wajib menutup auratnya di hadapan mereka.
    -  Mereka adalah wanita secara mutlak baik itu wanita muslim atau selain muslim.
    -  Maksud dari kata nisa’ itu adalah wanita-wanita yang berada di dalam rumah seperti para pembantu.
    Ayatullah Murthadha Muthahari menolak mentah-mentah makna yang ketiga, menganggap lemah makna yang kedua dan meyakini bahwa makna yang pertama lebih kuat. Karena makna pertama ini juga dikuatkan oleh beberapa riwayat yang melarang wanita muslim untuk membuka auratnya di hadapan wanita-wanita Yahudi dan Nasrani karena dikhawatirkan mereka akan menceritakan kecantikan wanita muslim kepada suami atau saudara mereka.
          Sedangkan kalimat او ما ملكت ايمانهن memiliki dua kemungkinan:
    ·  Yang dimaksudkan oleh ayat tersebut adalah khusus budak perempuan.
    ·   Budak secara mutlak, yang mencakup budak perempuan atau laki-laki.
    Jika kita merujuk pada berbagai riwayat, tampaknya pendapat kedua (budak laki-laki dan perempuan) lebih kuat, seperti dalam suatu riwayat dari Imam Shadiq as. Seseorang menceritakan kepada Imam Shadiq a.s. bahwa orang-orang Madinah selalu mengirim budak-budak laki-laki mereka untuk menemani istri-istri mereka pergi ke satu tempat dan terkadang ketika istri-istri mereka ingin menunggangi kuda, mereka meminta bantuan budak mereka dengan memegang pundaknya. Imam Shadiq a.s. ketika mendengar hal ini menjawab: “Hal ini tidak dilarang berdasarkan ayat 55 surah al-Ahzab.”
    Selanjutnya, dari kalimat التابعين غير اولي الاربة terlihat jelas bahwa maksud dari kalimat tersebut adalah orang-orang gila dan orang yang terbelakang secara mental yang tidak memiliki syahwat dan tidak tertarik dengan keindahan wanita.
    Adapun tentang anak kecil yang tidak tahu menahu tentang aurat wanita, memiliki dua penafsiran:
    Pertama: anak-anak kecil yang tidak tahu tentang perkara-perkara yang tersembunyi dari seorang wanita dan biasa kita sebut anak kecil yang belum mumayyiz.
    Kedua: anak-anak kecil yang tidak mampu memanfaatkan perkara-perkara yang tersembunyi dari seorang wanita dan bisa kita sebut anak kecil yang belum baligh.
    Berkenaan dengan penggalan ayat ولا يضربن wanita-wanita pada zaman dahulu biasanya memakai gelang kaki, dan supaya gelang kaki mereka diketahui orang lain mereka mengeraskan langkah mereka. Sebenarnya penggalan ayat ini ingin mengatakan bahwa Allah melarang segala sesuatu yang menarik perhatian laki-laki non muhrim, seperti memakai parfum yang wanginya dapat tercium orang lain ataupun menghias wajah dan semua yang membuat hati laki-laki tergerak dan menjadi pusat perhatian mereka.
    Ayat lain yang menyinggung tentang pensyariatan hijab adalah ayat ke-59 surah Ahzab. Allah swt dalam ayat tersebut berfirman:
    أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْواجِكَ وَ بَناتِكَ وَ نِساءِ الْمُؤْمِنينَ يُدْنينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذلِكَ أَدْنى‏ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَ كانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحيماً
    Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan kepada wanita-wanita mukmin agar mereka mendekatkan diri kepada mereka dengan jilbab mereka supaya mereka mudah dikenal dan supaya mereka tidak diganggu maka sesungguhnya Allah Maha mengampuni dan Maha Penyayang.
    Berkenaan dengan kondisi turunnya ayat ini, dalam tafsir Ali bin Ibrahim al-Qumi disebutkan:
    Pada saat itu kaum wanita pergi ke masjid dan shalat di belakang Rasulullah. Saat mereka menuju masjid untuk menunaikan shalat Magrib atau Isya’ para remaja nakal yang duduk di pinggir jalan, mengejek atau mengolok-olok mereka. Lalu turunlah ayat ini  yang memerintahkan mereka memakai hijab sempurna supaya mereka dikenal seutuhnya dan tidak ada alasan lagi untuk mengolok-olok mereka.
          Dalam ayat ini ada dua poin yang harus diperhatikan:
    Pertama, apakah maksud dari jilb`b yang disebutkan dalam ayat? Dan apakah maksud dari kalimat “hendaknya mereka  mendekatkan diri dengannya”?
    Kedua, apa maksud dari faedah perintah hijab yang dalam kalimat di atas disebutkan (agar mereka dapat dikenal dan tidak diganggu)? Namun karena poin kedua ini harus dibahas secara tersendiri dalam  filsafat hijab, maka kami tidak akan mengulasnya.
    Menjawab poin pertama merupakan hal yang terasa cukup sulit, karena terjadi silang pendapat di antara para mufassir dan ahli bahasa. Ragib Isfahani dalam kitabnya, Mufradat al-Fadzil Qur’an menyebutkan,  jilbab adalah baju kurung dan kerudung.
    Makna jilbab menurut para mufassir  adalah sebagai berikut; pertama, kerudung panjang yang menutupi kepala (rambut) dan dada. Kedua, jilbab (kerudung biasa). Ketiga, baju yang besar. Namun titik temu dari semua arti di atas adalah kain yang dapat menutupi badan. Namun, mayoritas mufassir  berkeyakinan bahwa maksud dari jilbab dalam ayat tersebut adalah kain yang lebih besar dari kerudung dan lebih kecil dari chadur, sebagaimana ditegaskan oleh penulis kitab Lisanul Arab.
    Kemudian, kata يدنين di sini berarti memakai. Tidak di semua tempat kata ini berarti demikian, kita harus melihat konteks kalimatnya sebagaimana dalam ayat ini. Maksud dari kata يدنين adalah agar para wanita mendekatkan jilbab mereka ke badan mereka supaya dapat dikontrol, tidak terlalu besar sehingga terkadang tersingkap (jika tertiup angin atau lainnya).

    2. Menurut Hadis

    Banyak hadis-hadis atau riwayat-riwayat yang membahas tentang hijab, oleh karenanya perlu kita pilah-pilah dan kelompokkan riwayat-riwayat tersebut dalam beberapa kategori. a. Hadis tidak diwajibkannya menutup wajah dan telapak tangan
    Mas’adah bin Ziyad menukil dari Imam Ja'far Shadiq a.s. ketika beliau ditanya tentang perhiasan yang boleh untuk ditampakkan, Imam menjawab:”Wajah dan telapak  tangan.”
    Mufaddhal bin Umar bertanya kepada Imam Shadiq a.s. tentang wanita yang meninggal di perjalanan dan di sana tidak ada laki-laki muhrim atau wanita yang memandikannya. Imam menjawab: “Anggota-anggota tubuh yang wajib untuk ditayamumi hendaklah dibasuh akan tetapi tidak boleh menyentuh badannya, dan juga tidak boleh menampakkan kecantikan yang Allah wajibkan untuk ditutupi. Mufaddhal bertanya kembali: “Bagaimana caranya?” Imam menjawab: “Pertama membasuh bagian dalam telapak tangan, kemudian wajah dan bagian luar tangannya.” Dari sini kita dapat memahami bahwa tangan dan wajah bukan termasuk anggota badan yang wajib untuk ditutupi.
    Ali bin Ja'far ditanya tentang  batasan seorang laki-laki dapat melihat wanita non muhrim, Imam menjawab: “Wajah, telapak tangan dan pergelangan tangan.”
    Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa pada suatu hari Jabir bin Abdullah bersama Rasulullah menuju rumah putrinya Sayyidah Fathimah. Sesampainya di pintu rumah, Rasulullah mengucapkan salam dan meminta izin kepada putrinya untuk masuk sambil memberitahukan bahwa dia bersama Jabir bin Abdullah. Sayyidah Fathimah meminta beliau untuk menunggu sebentar karena pada waktu itu beliau belum menutup rambutnya. Setelah Sayyidah Fathimah menutup rambutnya, Rasulullah dan Jabir masuk ke rumah Sayyidah Fathimah. Rasulullah melihat wajah putrinya pucat dan kekuning-kuningan, kemudian bertanya mengapa hal ini terjadi. Sayyidah Fathimah menjawab bahwa wajah pucatnya  dikarenakan rasa lapar yang menderanya. Mendengar hal itu Rasulullah langsung berdoa kepada Allah agar menghilangkan rasa lapar yang diderita oleh putrinya.   
    Dari hadis di atas kita dapat mengambil dua kesimpulan: pertama, Sayyidah Fathimah  tidak menutup wajahnya di hadapan laki-laki non muhrim. Kedua, tidak wajib menutup wajah di hadapan laki-laki non muhrim.   
    b. Hadis tentang diwajibkannya  berhijab di hadapan Yahudi dan Nasrani
    Imam Shadiq a.s. bersabda: “Tidak dibenarkan seorang wanita muslim menampakkan auratnya di hadapan wanita Yahudi dan Nasrani, karena mereka akan menceritakan ciri-ciri jasmaninya kepada suami-suami mereka.”
    c. Hadis tentang ciri-ciri dan waktu hijab
    Imam Shadiq a.s. bersabda: “Bukan termasuk maslahat jika wanita memakai kerudung dan baju yang tipis.”[
    Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bersabda: “Selamat bagi kalian yang memakai baju yang tebal, karena sebenarnya orang yang memakai baju yang tipis maka imannya pun tipis.”
    Imam Shadiq a.s. bersabda: “Cukuplah sebagai tolok ukur kehinaan seseorang ketika dia memakai baju yang menyebabkan kemasyhurannya.”
    Imam Shadiq bersabda: “Rasulullah Saw selalu melarang laki-laki untuk menyerupai wanita dan melarang wanita untuk menyerupai laki-laki dalam segi berpakaian.”
    d. Hadis tentang balasan bagi mereka yang tidak berhijab
    Rasulullah saw bersabda: “Wanita yang di neraka menggantungkan dirinya dengan rambutnya adalah wanita yang tidak menutup rambutnya di hadapan selain muhrim.”
    Rasulullah saw bersabda: “Dua golongan penghuni Jahanam belum pernah aku lihat. Kelompok yang disiksa dengan sebuah pecut (menyerupai ekor sapi). Kedua para wanita yang berbusana namun telanjang (mereka yang mengenakan baju tipis dan transparan)...” 
    Dengan melihat dan memperhatikan beberapa hadis di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa Allah swt telah mewajibkan  hijab bagi wanita muslimah.

    3. Menurut Sirah (Sejarah) dan Akal

    Untuk menetapkan kewajiban hijab bagi kaum wanita, kita juga bisa merujuk sirah kaum wanita muslimah pada zaman Rasulullah. Mereka selalu menutupi tubuh dan rambut mereka ketika berada di hadapan non muhrim, seperti yang kita lihat dari hadis tentang kedatangan Rasulullah bersama Jabir ke rumah Sayyidah Fathimah  as.
    Begitu juga dengan akal manusia, akal manusia juga dapat membuktikan kewajiban hijab bagi kaum wanita. Akal akan senantiasa memerintahkan segala perbuatan yang membawa manfaat dan akan memerintahkan untuk melakukan hal itu, begitu juga sebaliknya akal akan selalu memperingatkan manusia dari hal-hal yang membahayakan manusia.
    Oleh karena itu, ketika melihat bahwa hijab akan memberikan keamanan, ketenangan atau dapat memupuk rasa cinta kasih di antara sesama maka akal yang sehat dan tidak tertawan oleh hawa nafsu akan memerintahkan untuk berhijab. Wallahu a’lam.

    makanan awet muda

    Menjadi awet muda dan cantik menjadi impian kebanyakan wanita di dunia. Seiring bertambahnya usia, kerut-kerut halus di wajah bermunculan dan berbagai cara dilakukan, seperti suntik botox dan operasi plastik, hanya demi memperbaiki penampilan fisik.


    Taukah Anda, daripada menghabiskan uang dan membuang-buang waktu ke dokter atau klinik kecantikan, terdapat cara alami untuk tetap tampil awet muda. Berikut beberapa makanan yang bisa membuat kulit Anda awet muda dan sehat, seperti dilansir melalui medicmagic, Selasa (21/2).

    Anggur merah, kismis dan goji beri

    Buah-buahan ini mengandung polifenol dan antioksidan, yang memiliki khasiat luar biasa bagi tubuh. Goji berry adalah salah satu buah yang berkhasiat untuk membuat orang jadi lebih cantik, baik dari dalam atau luar tubuh. Buah ini mengandung antioksidan yang tinggi yang berfungsi untuk anti penuaan. Selain itu, buah ini juga kaya beta karoten dan karatenoid, yang dapat berubah menjadi vitamin A dan membantu mengatasi jerawat.

    Buah plum, jambu klutuk, blackcurrant, lada merah, piterseli, kiwi dan brokoli

    Makanan-makanan ini kaya akan vitamin C. Sehingga, makanan-makanan ini mengandung antioksidan yang tinggi, mengingat Vitamin C merupakan antioksidan terkuat. Tidak hanya membantu melindungi perlawanan stres oksidatif dan kerusakan akibat radikal bebas akibat dari stres fisik, tetapi vitamin C juga dapat membantu mencegah serangan terhadap stres mental.

    Daun bawang, kulit mentimun, kacang hijau dan stroberi

    Semua makanan ini kaya akan silika. Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) adalah mineral penting untuk kesehatan kulit, berfungsi memperkuat jaringan sel, tendon, tulang rawan, otot, rambut dan kuku. Semakin meningkat kadar silika, maka elastisitas pada kulit pun akan bertambah.

    cerpen islami

    Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

    Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

    Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

    Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

    Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

    Kamu pasti bercanda!

    Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

    Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

    Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

    Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

    Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

    Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

    Nania terkesima.

    Kenapa?

    Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

    Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

    Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

    Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

    Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

    Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

    Tapi kenapa?

    Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

    Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

    Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

    Cukup!

    Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

    Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

    Mereka akhirnya menikah.

    ***

    Setahun pernikahan.

    Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

    Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

    Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

    Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

    Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

    Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

    Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

    Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

    Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
    Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

    Rafli juga pintar!
    Tidak sepintarmu, Nania.

    Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
    Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

    Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

    Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

    Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

    Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

    Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

    Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

    Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

    Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

    Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

    Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

    Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
    Cantik ya? dan kaya!

    Tak imbang!

    Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

    Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

    Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

    Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

    Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

    Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

    Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

    Baru pembukaan satu.
    Belum ada perubahan, Bu.
    Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

    Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

    Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

    Masih pembukaan dua, Pak!
    Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

    Bang?
    Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

    Dokter?

    Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

    Mungkin?
    Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
    Bagaimana jika terlambat?

    Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

    Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

    Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

    Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

    Pendarahan hebat!

    Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

    Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

    Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

    Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

    Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

    Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

    Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhad`p kantor tidak perlu diragukan.

    Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

    Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

    Nania, bangun, Cinta?
    Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

    Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

    Nania, bangun, Cinta?
    Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

    Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

    Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

    Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

    Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

    Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

    Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

    Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

    Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

    Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

    Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

    Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

    Baik banget suaminya!
    Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

    Nania beruntung!
    Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

    Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

    Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

    Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

    Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

    Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

    Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi
    sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

    Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

    Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

    - Asma Nadia -
    Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

    Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

    Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

    Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

    Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

    Kamu pasti bercanda!

    Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

    Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

    Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

    Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

    Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

    Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

    Nania terkesima.

    Kenapa?

    Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

    Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

    Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

    Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

    Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

    Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

    Tapi kenapa?

    Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

    Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

    Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

    Cukup!

    Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

    Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

    Mereka akhirnya menikah.

    ***

    Setahun pernikahan.

    Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

    Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

    Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

    Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

    Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

    Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

    Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

    Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

    Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
    Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

    Rafli juga pintar!
    Tidak sepintarmu, Nania.

    Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
    Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

    Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

    Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

    Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

    Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

    Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

    Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

    Inilah hhdup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

    Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

    Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

    Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

    Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
    Cantik ya? dan kaya!

    Tak imbang!

    Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

    Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

    Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

    Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

    Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

    Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

    Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

    Baru pembukaan satu.
    Belum ada perubahan, Bu.
    Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

    Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

    Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

    Masih pembukaan dua, Pak!
    Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

    Bang?
    Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

    Dokter?

    Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

    Mungkin?
    Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
    Bagaimana jika terlambat?

    Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

    Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

    Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

    Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

    Pendarahan hebat!

    Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

    Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

    Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

    Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

    Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

    Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

    Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

    Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

    Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

    Nania, bangun, Cinta?
    Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

    Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

    Nania, bangun, Cinta?
    Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

    Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

    Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

    Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

    Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

    Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

    Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

    Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

    Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

    Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

    Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

    Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

    Baik banget suaminya!
    Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

    Nania beruntung!
    Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

    Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

    Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

    Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

    Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

    Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

    Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi
    sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

    Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

    Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

    - Asma Nadia -
     
    Free Website templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates